Surabaya, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa dianugerahi Doktor Honoris Causa (HS) Bidang Ilmu Arudl Kesusastraan Arab dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Penganugerahan itu dipusatkan di Gedung KH Saifuddin Zuhri, UINSA Surabaya, Rabu (25/09/2024).
Agenda ini sebagai apresiasi UINSA Surabaya atas keahlian langka dengan penganugerahan Gelar Kehormatan Doktor Honoris Causa. Selain kepada Kiai Zulfa, anugerah ini diberikan kepada KH Muhammad Naser.
Dalam kesempatan ini, Kiai Zulfa menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Menghidupkan Kembali Syair Arab di Masyarakat Indonesia (Kajian Kontribusi Keindahan Syair Arab sebagai Instrumen Penyampaian Pemikiran Pendidikan Karakter)”.
“Saya menyampaikan terima kasih kepada UINSA, dalam hal ini bapak rektor dan jajarannya, yang telah memberikan suatu kehormatan kepada saya. Dan ini sesungguhnya saya merasa apakah saya pantas. Karena saya baru menerima setelah sebelumnya berdiskusi, utamanya dengan tiga orang, pertama Rais Aam PBNU, Ketua Umum PBNU, dan KH D Zawawi Imron Sang Celurit Emas,” ujarnya mengawali orasi.
Ia menyampaikan, sebuah pertanyaan mendasar sering ditanyakan, mengapa ia sering bersyair di berbagai forum atau kesempatan. Ia pun menyebutkan bahwa syair itu indah, Allah itu indah, dan Al-Qur’an itu indah. “Saya ingin menggunakan sesuatu yang indah untuk menyampaikan pemikiran. Atau saya ingin menggunakan instrumen keindahan ini dalam menyampaikan suatu pemikiran. Karena, kebenaran jika disampaikan tidak menggunakan keindahan, maka dia sulit diterima, membosankan, mudah dilupakan,” tegasnya.
Disebutkan, kebenaran itu berbasis pemikiran, kesuaian data, dan fakta. Sementara keindahan itu berbasis pada bagaimana ia bisa menyentuh emosi dan rasa. Itu kenapa Al-Qur’an yang berisi kebenaran mudah dipahami, mudah diterima, dan mudah dihafalkan, karena Al-Qur’an itu indah, meskipun Al-Qur’an itu bukan syair.
“Menurut salah satu sastrawab arab, Al-Qur’an adalah satu kalimat yang tersusun rapi, yang memiliki timbangan-timbangan wazan tertentu, memiliki qafiyah atau ujung-ujung tertentu. Sementara Al-Qur’an bukan syair,” terangnya.
Kiai Zulfa menjelaskan korelasi Al-Qur’an dengan syair, kaitannya dengan adanya ayat Al-Qur’an yang seakan mencela syair Arab itu sendiri. Menurutnya, sebenarnya yang dicela atau dikecam dalam ayat Al-Qur’an tersebut ialah penyair musyrikin, yang melakukan ejekan atau serangan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an tidak mencela syair dari sisi ia adalah syair dan karya sastra.
“Karena ketika syair itu berisi hal yang positif, maka Nabi pun memerintahkan sahabat yang sangat terkenal Hasan bin Tsabit untuk bersyair,” ungkap pendakwah alumni Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah ini.
Dirinya menjelaskan, tokoh-tokoh ulama Nusantara juga merupakan ahli syair, seperti Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dan Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy’ari. Ia menggunakan bait-bait syair sebagai cara untuk menanamkan pemikiran pendidikan karakter. Spirit ini dilakukan dan terus berkembang dari masa ke masa hingga periode modern saat ini.
Ia menambahkan, pemikiran-pemikiran yang disampaikan penyair melalui syair Arab yang mereka gubah sebagian besar bisa dijadikan landasan teoritis bagi pendidikan karakter, karena berisi nilai-nilai luhur yang dapat diimplementasikan dalam pembentukan karakter generasi sekarang dan akan datang.
“Di antara nilai-nilai luhur tersebut adalah para penyair mengajarkan kedermawanan lewat syairnya. Para penyair mengajarkan keberanian, membela kebenaran, hingga cinta Tanah Air dengan syairnya,” pungkasnya.
Sumber :
KH Zulfa Mustofa Dianugerahi Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Arudl dari UINSA (2024, 25 September) dari artikel ilmiah https://jatim.nu.or.id/metropolis/kh-zulfa-mustofa-dianugerahi-doktor-honoris-causa-bidang-ilmu-arudl-dari-uinsa-CXXBU