Mataram, 11 Desember 2025 — Sekretaris LPTNU, Dr. rer. pol. M. Faishal Aminuddin, S.S., M.Si., pada Peringatan Tasyakuran 11 Tahun UNU NTB memaparkan gambaran besar serta tantangan strategis pengembangan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Ia mengawali penyampaiannya dengan mengangkat pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat, “Apakah warga NU mampu mendirikan universitas?”, sebagai pintu masuk refleksi perjalanan PTNU hingga hari ini.
Pertanyaan tersebut ditegaskannya dengan jawaban bahwa semangat pendirian PTNU dalam satu dekade terakhir telah bergerak melampaui pendidikan keagamaan semata. PTNU kini juga diarahkan untuk mengembangkan disiplin ilmu non-keagamaan yang krusial, seperti teknik, kedokteran, dan rumpun ilmu eksakta lainnya. Namun demikian, Dr. rer. pol. Faishal menilai tantangan paling mendasar yang masih dihadapi PTNU adalah keterbatasan sumber daya manusia dosen, khususnya di bidang eksakta. Kondisi ini membuat sebagian PTNU masih harus menggandeng tenaga profesional dari luar institusi. Oleh sebab itu, kampus-kampus NU dituntut untuk menegaskan jati dirinya sebagai perguruan tinggi yang unggul dalam kualitas dan relevansi, bukan sekadar berkembang dari sisi jumlah.
Dalam kerangka tersebut, Dr. rer. pol. Faishal memberikan apresiasi kepada Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat, terutama di bawah kepemimpinan Rektor Dr. Baiq Mulianah, M.Pd.I, yang menjadi perempuan pertama di lingkungan PTNU berhasil mengantarkan kampus meraih akreditasi “Baik Sekali”. Ia juga menyoroti pentingnya pemaknaan terhadap gedung dan infrastruktur pendidikan tinggi, yang menurutnya merupakan sarana pendukung, bukan tujuan utama. Ia mencontohkan model pembangunan kampus di berbagai negara, baik yang dibangun oleh negara maupun swasta, seraya menegaskan bahwa kemajuan perguruan tinggi tidak ditentukan oleh kemewahan bangunan, melainkan oleh fungsi dan keberlanjutannya.
Lebih lanjut, Dr. rer. pol. Faishal menekankan adanya pergeseran karakter mahasiswa masa kini dibandingkan generasi sebelumnya. Mahasiswa saat ini memiliki kemudahan akses terhadap jurnal internasional, buku digital, dan perkembangan ilmu pengetahuan global, tanpa harus menempuh pendidikan di kampus besar dan berbiaya tinggi. Dengan kondisi tersebut, ia menilai tidak ada alasan bagi mahasiswa UNU NTB untuk merasa rendah diri atau tertinggal dari kampus lain. Ia juga menegaskan bahwa pendidikan tinggi tidak dirancang semata-mata untuk mencetak lulusan yang siap bekerja. Perguruan tinggi justru harus mampu memperluas pilihan hidup, membangun kapasitas intelektual untuk memperbaiki masyarakat, meningkatkan kesejahteraan publik, menciptakan teknologi, serta menjawab berbagai persoalan sosial. Oleh karena itu, kampus harus menjadi rumah ilmu, tempat berbagai pertanyaan masyarakat dapat dirumuskan dan dijawab secara ilmiah.
Menutup paparannya, Dr. rer. pol. Faishal mengingatkan pentingnya keterhubungan alumni dengan almamater. Di banyak negara, kontribusi alumni menjadi kekuatan utama dalam pengembangan kampus karena adanya kesadaran bahwa pendidikan tinggi telah membuka banyak jalan hidup. Ia juga berpesan kepada para dosen dan sivitas akademika agar terus membangun kesabaran dan iklim akademik yang sehat, mengingat mahasiswa masa kini lebih kritis dan memiliki akses informasi luas. Menurutnya, perguruan tinggi NU hanya dapat tumbuh besar apabila seluruh sumber daya digerakkan secara kolektif dan berkesinambungan.